Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Selasa, 27 September 2016

Tanah Air (Negeri Sendiri)

Assalamu’alaykum Wr.Wb..
Cerita ini hanyalah cerita fiktif hasil karya imajinasi, merupakan suatu CERITA ANALOGI yang diangkat dari kehidupan nyata sang penulis.
Perkenalkan namaku Ran, Azura Mutiara Kiran lengkapnya, anak bungsu dari empat bersaudara. Aku lahir di negeri yang kaya akan sumber daya alam, tepatnya di sebuah kota kecil di tengah megahnya dua gunung dan dikelilingi deretan perbukitan, sebut saja kota hutan. Delapan belas tahun aku menetap dengan cerita kehidupan yang bisa terbilang nyaman, rasa bangga dan tertarik dengan negeri ini pun mulai tumbuh subur di hati. Sampai suatu ketika usiaku mulai dewasa, pemikiranku mulai matang, dan pengalamanku mulai banyak, kulihat dan kurasakan negeri ini tidak seindah semasa kecilku dahulu, pandanganku terhadapnya bagaikan pandangan sebelah mata. Melalui siaran televisi, aku melihat negeri di luar sana lebih indah dari negeri ini. Pesona keelokannya membuat orang-orang lebih ramai mengunjungi tempat itu. Aku ingin kesana, batinku. Aku pun memutuskan untuk berkelana ke negeri lain.
Saat tiba di negeri pertama keadaannya sangat berbeda dengan negeriku, dengan teknologinya yang sudah maju, semua serba canggih. Aku menjelajahi isi negeri tersebut dan kutemukan sebuah barang yang hendak kubeli untuk dijadikan buah tangan, ternyata setelah diteliti barang tersebut buatan negeriku sendiri. Aku sedikit tak percaya, barang karya negeriku dapat menembus pasar negeri semaju ini. Akhirnya kuurungkan niat untuk membelinya. Jauh-jauh ke negeri orang hanya untuk membeli barang negeri sendiri, alangkah lebih baiknya jika membeli langsung dari pembuatnya di negeri sendiri, pikirku. Tak lama tinggal di sini, perasaan bosan mulai menyelimuti, terlebih gaya hidup dan pergaulan di sini terbilang seronok, menambah ketakutan pada diri, tak seperti di negeri sendiri yang penduduknya masih memiliki rasa malu. Kerinduan itu mulai kurasakan.
Aku putuskan untuk berkelana ke negeri kedua, memang tak seindah dari negeri pertama namun tak ada salahnya menginjakkan kaki ke negeri yang belum pernah kujelajahi. Tak berapa lama tinggal, aku memutuskan untuk berkelana ke negeri lain. Hal ini karena penduduk di sini acuh tak acuh dan terbilang tidak ramah bahkan sulit untuk diajak basa-basi, semua serba serius serasa tak ada interaksi sosial karena sibuk dengan urusan masing-masing. Ketika hendak membeli buah tangan, aku menemukan barang yang ternyata juga buatan negeriku. Sangkaanku terhadapnya ternyata kurang sesuai dengan pandangan awalku. Rasa bangga diikuti rasa rindu ingin kembali mulai muncul, terlebih jika mengingat perilaku penduduk negeri ini yang tidak seramah di negeri sendiri. Tapi keinginan untuk menjelajahi negeri lain yang lebih indah seperti yang pernah ku lihat di televisi begitu besar sehingga kuurungkan niat untuk kembali ke negeri sendiri.
Di negeri ketiga ini, ragam budayanya dapat dibilang banyak, namun ada perasaan sedikit mengganjal di hati. Salah satu budaya negeriku di tampilkan di sini dan diakui murni budaya negeri ini. Aturan yang melarang mengenakan hijab pun ditegakkan di beberapa wilayah negeri ini. Aku yang sejatinya seorang muslim sudah barang tentu mengetahui bahwa hijab adalah suatu kewajiban, tentu tidak akan melepaskannya begitu saja meskipun orang-orang disini menyarankan untuk melepas, dan tak sedikit yang mencemooh. Perasaan menyesal itu mulai muncul, ketika semakin jauh aku menjelajah negeri lain semakin tak seindah dan sebaik negeri sendiri. Perasaan itu mencuat dengan mengetahui budaya negeri sendiri diklaim oleh negeri lain. Dan lagi-lagi barang buatan negeri sendiri menembus wilayah yang notabene jauh dari jangkauan negeriku. Kerinduan akan negeri sendiri membuatku kembali setelah sekian lama aku meninggalkannya karena mencari negeri yang lebih indah darinya.
Saat aku kembali ke negeri sendiri, aku mulai paham bahwa yang ditampilkan oleh negeri lain dalam siaran televisi hanyalah keindahan bentang alam, budaya serta perilaku yang baik di mata orang sehingga mampu menarik wisatawan untuk berkunjung, sedangkan kejadian-kejadian yang tidak baik disembunyikan dari publik. Bandingkan dengan negeri sendiri yang tiap hari selalu ada saja kejadiannya, dan mudah berkembang menjadi sorotan sehingga publik dapat dengan cepat mengetahuinya. Namun itu hanyalah pandangan sebelah mata karena tak selamanya penampakan luar yang indah menampilkan kesan yang indah pula di dalamnya. Negeri ini sejatinya indah jika lebih mendalami untuk mengenal sejarahnya, hanya karena dipandang sebelah mata saja oleh penduduknya sehingga pancaran alami dari dalam negeri ini pun redup. Pengalaman berkelana ke negeri lain menjadi guru terbaik bagiku, apa yang aku inginkan memang ada di negeri lain namun apa yang sebenarnya aku butuhkan ternyata ada di depan mata, hanya perlu menengok lebih dalam untuk dapat mengenalnya, mempelajari dengan lebih sabar dan serius agar dapat mengetahuinya, serta menjaga dan melestarikan dengan penuh cinta agar memperoleh manfaatnya. Ya, di sini, di negeri sendiri. Sebuah petikan sajak dari sebuah syair pun berbunyi:
Walaupun banyak negeri ku jalani,
yang mahsyur permai dikata orang,
Tetapi kampung dan rumahku,
di sanalah kurasa senang,
Tanahku tak kulupakan,
engkau kubanggakan.
Wa’alaykumussalam Wr.Wb..

0 komentar:

Posting Komentar

 

Pendapat anda mengenai blog ini ?

like

  • #Udah Putusin Aja
  • As Shirah Nabawiyah
  • Q.S. Ar-Rahman
  • Tahajud Cinta
  • Ya ALLAH Aku Jatuh Cinta

Translate